HIDUP
Tidaklah akan didapat dua manusia yang sama jalan kehidupannya dan tidak pula sama kekuatan badan dan akalnya. Tiap orang mempunyai kekuatan sendiri, berlainan kekuatan akalanya sebagaimana berlainan bentuk badannya. Bukanlah pada muka pada suara dan pada langkah kaki saja dapat mengenal seseorang, bahkan sejak dalam rahim ibu sudah nyata berlainan aliran hidup itu. Tiap anak lahir ke dunia mencucut jarinya, tetapi bentuknya telah dapat dibedakan dengan anak yang lain. Tentu saja otaknya pun demikian pula. Di dalam otak itu terdapat tidak kurang 180.000 juta sel halus yang tidak dapat dilihat satu persatu kalau tidak dengan mikroskop. Tiap-tiapnya terbagi kepada beberapa tumpukan berhubungan dengan tumpukan yang lain, dia mempunyai pusat pertemuan yang tak ubahnya dengan tumpukan yang lain, dia mempunyai pusat pertemuan yang tak ubahnya dengan alat pendengaran menerima suara yang ada di dalam telepon. Ada satu bagian yang menerima hubungan dari telinga, dari mata, dari hidung dan kaki, tangan dan lain-lain. Sedang yang jadi pusatnya ialah benak itu.
Kita bekerja keras terus-menerus, tidak berhenti sejak kita dilahirkan, disudahi setelah kita mati. Padanyalah berdiri kehidupan. Kalau kejadian dan pekerjaan otak itu telah kita perhatikan, kita selidiki pula kehidupan dan pengalaman yang selalu ditempuh manusia dalam hidupnya, dapatlah kita mengerti apa sebabnya hal yang telah lama berlalu masih dapat kita ingat, karena telah ada simpanan dalam perbendaharaan yang bernama benak atau otak dalam kepala kita.
Orang yang mempelajari otak manusia dalam ilmu kedokteran berpendapat susunan otak itu sangat rapid an teguh. Jalan pekerjaan yang dilakukannya amat sulit dan sukar diselidiki lebih dalam. Sebab dia tidak seperti mesin yang dapat diketahui rahasianya oleh montir yang pandai, tetapi bahwa otak itu bekerja, mereka tidak heran lagi, sebagaimana tidak syaknya akan adanya matahari di pertengahan siang. Susunan itu dan pekerjaanya adalah bertali, dan berhubungan akal adalah menjadi asasnya. Menurut penyelidikan otak anak-anak sejak lahir sampai masanya berjuang menuju dewasa, yang dinamai jaman pancaroba, kelihatannya bertambah besar dan susunannya bertambah sulit. Bertambah besar otak itu dan bertambah bekunya, bertambah luaslah daerah usaha dalam hidupnya. Tetapi jika di dalam menuju kebesarannya pada suatu kali tiba-tiba ditimpa oleh suatu penyakit, maka jalan otak itupun tertahan. Didalam kalangan keluarga ami ada terdapat seorang anak muda yang dari turunan orang yang “encer otak” dan mempunyai budi pekerti baik, tetapi apabila mempelajari ilmu-ilmu yang berkehendak kepada berpikir tidak didapatnya angka yang bagus, ilmu hitung memusingkan kepalanya, ilmu yang mesti dihafal menyebabkan dia sakit. Ternyata ketika berumur 4 tahun, dia pernah terjatuh dan tempurung kepalanya terbentur dan sampai dewasa bekas benturan itu masih kelihatan. Dia mengerti segala perkara bila ditunjukkan, tetapi sukar memikirkan. Menurut penyelidikan ahli, kalau penyakit itu mengenai sebagian otak saja misalnya, sebahagian itulah pula yang lemah bekerjanya. Sebab itu tidak sedikit bekas penyakit merusak akal, dan harus dijaga benar kesehatan otak itu supaya sehat pula jalan akal.
Walaupun negeri kita masih kekurangan dokter-dokter spesialis otak, tetapi di negeri lain telah ada dikter yang sanggup mengobati penyakit yang ada dalam otak itu atau menyamaratkan perjalan sebagian otak yang lemah dibandingkan dengan sebagian yang lain. Sehingga seorang anak yang lemah akal, yang tolol, pander, bisa diobati sehingga bisa berpikir. Nyatalah bahwa itulah yang menimbulkan angan-angan, pikiran kehendak, ingatan, cita-cita dan lain-lain yang timbul daripada akal dan nafsu. Kehidupan otak itu tumbul dari kekuatan zat oksigen, yaitu zat yang disebut zat pembakar. Kalau sebagaimana berhentinya api yang tiada mendapat hawa udara. Itulah sebabnya sebagian ahli tidak mau mengatakan bahwa kekuatan otak itu timbul daripada pertalian zat benda dengan roh. Akan tetapi akal atau roh itu ialah bekas daripada perjalanan otak yang sehat laksana gejala api itu tumbul daripada lulun yang sedang terbakar. Tegasnya kalau otak itu kembali kepada anasirnya yang bekerja. Artinya berhentilah yang dinamai akal itu. Demikian keyakinan ahli kesehatan dengan mikroskop dan laboratoriumnya. Itulah sebabnya pada masa yang akhir ini terutama semenjak ada Prof. Sigmund Freud, ilmu kedokteran modern mempunyai keyakinan penyakit jiwa pun bisa diobati dan bisa diselidiki sebab timbulnya, misalnya dari turunan atau penyakit ketika kecil dan lain sebagainya. Roh itu menurut keyakinan mereka setengah berjalan ialah pada otak. Perjalanan anggota ini hanya dari sana, tak dapat dipisahkan.
Tetapi ahli ilmu yang suka menyelidiki rahasia maddah dan persambungannya dengan kekuatan batin, tidak suka menerima saja peyelidikan setengah ahli ilmu kedokteran itu. Menurut mereka otak itu adalah suatu zat kasar yang menjadi perkakas daripada antara satu sama yang lain, laksana perbedaan suara music pada gitar yang sedang dibunyikan. Pendapat ini menjadi tafsir daripada I’tikad ulama rohani, karena ahli rohani beri’tikad roh atau akal itu dating dari alam lain yang tidak dikenal, hingga kepada jasmani manusia, lalu terjadilah hidup. Maka tubuh itulah yang diambilnya menjadi sarang sampai kepada suatu waktu yang telah tertentu, setalah itu pun diceraikannya dan ditinggalkannya. Waktu itu terjadilah maut, dan ia pun kembali kea lam yang tiada dikenal tadi.
Di sini nayatalh perbedaan atara kedua pendapat tadi. Ahli yang hanya memperhatikan kehidupan dari segi kebendaan mendahulukan tubuh dan lilin daripada roh dan nyala. Ahli yang memperhatikan hidup dari segi rohani mendahulukan roh dan nyala daripada tubuh dan lilin.
Kehidupan itu laksana tenunan yang bersambung menjadi kain. Sekalian makhluk di muka bumi ini seakan-akan tidak kelihatan di dalam tenunan ini, karena sangat kecil. Maka tenunan hayat yang kita lihat ini adalah ujung daripada pangkal kain yang telah lalu, yang bersambung, tiada putus, sejak dari awal yang tiada diketahui kepankan sampai akhir yang belum diketahui.
Setelah waktu yang telah ditentukan itu dilaluinya, maka kehidapn itu pun berhenti pada suatu perhentian yang bernama “el-maut”. Yaitu berhentinya perjalanan darah yang mengandung oksigen mengelilingi badan; bersamaan dengan itu sel yang kecil-kecil tadi pun berhenti perjalanannya dengan tidak diharapkan akan kembali lagi.
Menurut penyelidikan ahli ilmu kedokteran, kadang-kadang sesudah otak mati bekerja, jantung masih bergerak, sampai dua jam di belakangnya atau lebih. Kadang-kadang ada orang yang mencoba mengambil jantung mayat itu, dicobanya menghidupkan kembali dengan perkakas, artinya hidup menurut kehendak “ilmu”. Maka ia pun hidup, serupa seolah-olah jantung itu masih di dalam dada yang punya, yang telah masuk kubur itu. Urat-urat yang berada didalamnya kelihatan hidup, sampai 40 jam di belakang. Sel yang kita katakana tadi pun telah dicoba juga oleh dokter-dokter itu memisahkannya daripada tubuh yang telah mati. Diberinya tempat yang khusu dalam laboratorium. Padahal tibuh itu sendiri berada dalam tanah.
Kematian itu dating tidaklah pula secepat kilat, tetapi berangsur-angsur, adakalanya seperti lampu dinding yang kehabisan minyak. Atau lakasana sebuah negeri yang ditimpa kelaparan, penduduknya mati, tetapi tidak sekaligus, melainkan hanya yang lemah dahulu, berturut-turut sampai kepada yang lebih kuat menahan lapar. Rahasia kejadian itu ialah lantaran atas kehidupan member manusia bekal dengan beberapa alat yang diperlu seperti udara, air dan makan untuk memelihara hidup. Itulah pendirian orang yang memperhatikan kehidupan manusia dari segi yang lahir. Mereka berpendapat manusia perlu makan. Jika makan teratur, pikirannya terbuka, bila makan sehat, akal bertambah. Kalau oksigen tidak bekerja membantu otak, buah pendapat akal yang waras tidak akan keluar. Manusia perlu vitamin supaya dia cerdas. Kekurangan akal anak Indonesia bergantung kepada kehidupan mereka yang amat morat-marit. Oleh sebab itu, kehidupan akal itu tidak dapat dipisahkan dengan stof-stof atau bekal hidupnya.
Baru satu abad manusia menemukan bahwa manusia berasal daripada “telur putih” yang ada dalam air mani. Mani itu ada masa hidupnya dan ada masa matinya, sehingga sudah dapat ditentukan orang, bila masa dia “menetas” yaitu terkumpul menjadi “bekal anak” yang kemudian akan menjadi seorang laki-laki atau perempuan. Orang tidak habis pikir bagaimana telur laki-laki yang mempunyai belalai halus; menyatukan diri dengan telur perempuan pada suatu waktu di dalam rahim, kemudian menjadi satu dan lama-lama jadi darah. Dari darah menjadi daging lalu berupa dan berbentuk. Orang sangat takjub memikirkan masa yang ditempuhnya itu, masa yang sulit dan penuh kekayaan Tuhan. Mulanya hanya sel yang teramat kecil lagi putih, hampir tidak kelihatan dalam teropong ketika dilihat. Lantas diberi berbentuk “Dialah yang telah membentukmu di dalam rahim”.
Kelak ia menjadi tubuh, di dalam tibuh itu pun terdapat berjuta-juta sel halus tadi. Bertumpuk-tumpuk berjuta-juta, menjadi sebesar ujung jarum, dan sesudah itu kelihatan perjalanan yang akan ditempuhnya, yang akan menjadi daging, menjadi tulang, menjadi darah, menjadi kulit dan lain-lain. Kumpulan semuanya menjadi suatu tubuh yang hidup pula. Jadi terdapat berjuta kehidupan dalam suatu kehidupan, laksana berjuta-juta manusia hidup di atas satu bumi!
Sampai kepada soal yang lebih kecil, seperti sebab telinga mendengar dan mata melihat, di dalamnya kelihatan pula sel tadi, yang masih akan lahir dan yang telah mulai mati dan setengahnya sedang berjalan. Sehingga setelah melihat itu timbulah pikiran kita bahwasanya manusia ini tiap hari lahir dan tiap hari mati, sampai datang mati yang besar itu. Tiap hari pula kelihatan semangat kehidupan atau kekusutan hidup, bekerja baik atau jahat. Bagaimanakah akal kita akan dapat memutuskan perkara ajaib ini? Bagaimana dari satu makhluk yang amat halus, dan hidup dapat jadi satu manusia, berakal dan berpikir?
Orang bertanya: Apakah manusia yang meniupkan hidup kepada tubuh halus itu? Ahli ilmu memberinya nama Al atsier, “Ether” atau bekas Dialah yang menyuruh menempuh evolusi dari kecilnya kepada besarnya. Tetapi tidak pula dapat diputuskan orang apakah ether itu sebetulnya.
Maka teori lama telah berganti dengan teori baru. Sesudah bertemu dengan sel halus yang ada menaruh hidup itu, orang bertemu dengan ether. Ether itu pun hanya dapat diberi nama sekedar nama itu saja. Di sana terhenti perkara ini dan belum juga bertemu ujungnya, yaitu ether dari mana datangnya dan dari mana asalnya atau pokok kejadiannya. Kita merasa seolah-olah berada di hadapan pintu setengah terkunci, pada kebingungan yang sangat, karena tidak bertemu lagi dan puntu itu teguh buat selama-lamanya. Waktu itulah kita menyadari bahwasanya ada lagi suatu kekuasaan yang mengatur segala sesuatu itu dengan bijak.
Siapakah sebenarnya Dia? Kita tahu dan tidak dapat mengetahui apa zatNya, Cuma kita dapat mengetahui Dia ada, ialah dari melihat dan mengetahui bekas perbuatanNya. Kita tidak tahu, kita tidak mendapat. “Sebab kita tidak mendapat, maka telah mendapatlah kita…”
Nyatalah kita manusia sejak dari pertemuan telur ibu dengan telur ayah, dierami oleh ibu di dalam perutnya sampai menetas, sampai jadi anak, dan manusia, sampai hidup, berjuang dan mati; semuanya melalui jalan yang telah terentang.
Demikianlah tenunan hidup yang kita lihat itu, dan demikian pulalah hidup pada yang lain menurut takdir dan ketentuannya masing-masing.