Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PUASA ADALAH PEMBEBASAN DARI SEMUA JENIS PERBUDAKAN

PUASA ADALAH PEMBEBASAN DARI SEMUA JENIS PERBUDAKAN
Oleh: Aep Saepulloh Darusmanwiati
Dalam al-Qur’an, ada tiga masalah hukum yang tebusannya adalah membebaskan budak belian kemudian diganti dengan puasa bagi yang tidak mendapatkan budak belian tersebut.
Pertama, untuk orang yang membunuh seorang mukmin karena kesalahan. Baginya harus membebaskan seorang budak mukmin dan membayar diyat (denda) yang disarahkna kepada keluarga si terbunuh. JIka tidak mendapatkan atau tidak mampu membebaskan budak mukmin, maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut.
Allah berfirman:
وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ
Artinya: “Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah” (QS. An-Nisa [4]: 92).
Kedua, bagi suami yang menzhihar isterinya (menyamakan isterinya dengan ibu kandungnya), kemudian ia hedak menarik kembali perkataannya itu. Baginya juga harus membebaskan seorang budak belian. Apabila tidak mendapatkan budak belian, ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut.
Allah berfirman:
وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (3) فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا
Artinya: “Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur” (QS. AL-Mujâdilah [58]: 3, 4).
Ketiga, bagi orang yang melanggar sumpah. Kafarat atau tebusannya adalah memberi makan sepuluh orang miskin atau membebaskan budak belian. Apabila tidak mendapatkan budak belian, maka ia harus berpuasa selama tiga hari.
Allah berfirman:
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ
Artinya: “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar)” (QS. Al-Maidah [5]: 89).
Mari sejenak merenung. Untuk tiga pelanggaran di atas Allah mewajibkan orang yang melakukannya untuk membebaskan seorang budak mukmin dari perbudakan manusia. Apabila ia tidak mampu atau tidak mendapatkan budak belian, maka ia harus membebaskan dirinya dari perbudakan hawa nafsu, perbudakan kecintaan berlebihan kepada dunia, perbudakan sifat pelit dan kikir, perbudakan sikap tidak peduli dengan sesama, perbudakan anggota tubuhnya dari hal-hal yang tidak dibenarkan, melalui pelaksanaan ibadah puasa. Karena itu, ibadah puasa adalah ibadah pembebasan dari semua jenis perbudakan (‘ibâdatul ahrâr).
Mari kita bebaskan semua belenggu perbudakan yang menyelimuti diri kita melalui ibadah puasa, menuju pribadi yang bertakwa sebagaimana yang disuratkan oleh Allah dalam al-Qur’an. Semoga.
Prévessin-Moëns, Perancis, Kamis, 01 Ramadhan 1436 H / 18 Juni 2015
Aep Saepulloh Darusmanwiati
Email: aepmesir@yahoo.com