Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

BAGAIMANA HUKUM MARSHMALLOW DAN PENJELASAN KAIDAH FIQIH

Mungkin masih banyak diantara kira yang belum tau Bagaimana Hukum Marshmallow dari suduh pandang agama Islam. Gimana mau tau hukumnya kalo kita belum kenal dengan Marshmallow itu sendiri. Tau gk sih Untuk apa Masrhmallow itu? Para dokter di Eropa terdahulu memanfaatkan Marshmallow sebagai obat. Jika ada iritasi pada kulit, atau kulit bengkak-bengkak akibat cuaca yang dingin dokter di eropa menggunakan mashmallow untuk pengobatannya. Bukan hanya itu, jika  sakit gigi, disengat serangga, memar dan kehilangan darah juga bisa di manfaatkan untuk pengobatannya. 

BAGAIMANA HUKUM MARSHMALLOW DAN PENJELASAN KAIDAH FIQIH
BAGAIMANA HUKUM MARSHMALLOW DAN PENJELASAN KAIDAH FIQIH

Seiring berjalannya waktu dan zaman sudah berubah dengan berbagai perkembangan teknologi serta derasnya informasi yang kita terima. Menemukan berita dan informasi bahwa makanan yang kecil kenyal dan manis in mengandung minyak babi. seperti pertanyaanya salah satu Ibu Guru ini dan Insya Allah akan dipaparkan juga dengan jelas bagaimana cara menyikapinya.

Assalamualaikum, Saya adalah guru di sebuah SD Islam. Dua hari yang lalu, anak-anak didik saya mendapat katering yang salah satu itemnya adalah makanan kecil berupa Marsmallow. Saya cukup kaget!, sebab pernah baca bahwa Marsmallow mengandung minyak babi. Apalagi pada kemasan makanan itu tidak ada tanda halalnya dan berupa tulisan Cina. Ketika saya konfirmasi lagi ke guru lain dan wakil kepsek, mereka masih ingin bukti bahwa Marsmallow itu halal atau haram, sedangkan artikel tentang Marsmallow, tidak saya simpan.

Mohon ustadz jelaskan bagaimana sebenarnya Marsmallow itu. Dan bagaimana caranya supaya saya bisa meyakinkan rekan-rekan di sekolah supaya tidak mengkonsumsi suatu yang syubhat. Mereka memang banyak yang belum tahu. Walaupun sekolah saya sekolah Islam terkenal tapi perhatian ke arah makanan halal dan haram, agak kurang. Seperti masih ada yang menjadikan Hokahoka Bento sebagai komsumsi anak-anak. Terima kasih untuk jawabannya. Herti Windya Puspasariherti_windya

Jawaban Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Kekhawatiran anda itu barangkali karena banyak tulisan yang cenderung berhatihati dalam masalah kehalalan makanan. Salah satunya barangkali apa yang ditulis di Republika oleh Ir. Muti Arintawati MSi, auditor LP POM MUI. Intinya beliau mengingatkan kepada kita agar berhatihati mengkonsumsi makanan yang mengandung gelatin. Dan menurutnya, marshmallow yang beredar di negeri kita, adalah hasil impor dari luar negeri, yang tidak ada jaminan gelatinnya bukan dari babi.

Beliau menuliskan bawa bahan utama yang digunakan untuk membuat marshmallow modern adalah gelatin, putih telur, gula atau sirup jagung, dan flavoring. Letak kekhawatirannya ada pada gelatin, yang menurutnya banyak yang terbuat dari babi.

Jika gelatin berasal dari babi maka sudah jelas statusnya menjadi haram. Akan tetapi meskipun berasal dari sapi, cara penyembelihannya perlu diketahui untuk memastikan kehalalannya. Menurut beliau, kewaspadaan terhadap produk marshmallow ini semakin perlu dipertinggi karena pada kenyataannya, produk marshmallow yang beredar di pasaran Indonesia masih merupakan produk impor. Jenis gelatin yang digunakannya jarang dinyatakan secara jelas. Sementara, penggunaan gelatin ikan pada produk marshmallow masih sangat terbatas.

Ada beberapa produk marshmallow untuk vegetarian yang menggunakan gelatin ikan atau bahkan membuatnya secara tradisionil menggunakan bahan baku akar marshmallow. Akan tetapi sayangnya produkproduk vegetarian tersebut tergolong mahal.

Sikap beliau sebagai auditor memang perlu kita hargai. Dan kita yakin bahwa niat dan tujuannya baik, yaitu mengingatkan kita agar terjaga dari mengkonsumsi dari memakan makanan yang haram. Sebagai petugas, beliau sudah menjalankan tugasnya dengan baik.

Kaidah Fiqih

Di sini kami akan memberikan ulasan singkat tentang kaidah fiqih dalam masalah kehalalan makanan. Hukum halal tidaknya suatu makanan, berbeda dengan hukum ibadah ritual atau mahdhah.

Prinsip dasar ibadah ritual adalah segala bentuk ibadah ritual itu haram dikerjakan, kecuali bila ada dalil yang memerintahkannya. Segala gerakan shalat itu haram, kecuali bila ada dalil shahih dari Rasulullah SAW untuk melakukannya.

Sedangkan masalah di luar ibadah ritual, termasuk masalah kehalalan makanan, prinsipnya terbalik. Segala makanan itu halal hukumnya, kecuali yang disebutkan keharamannya. Kalau logikanya mengikuti logika ibadah ritual, maka hanya sedikit sekali yang boleh dimakan umat Islam. Sebab kalau tidak ada keterangan yang menghalalkannya di dalam AlQuran atau AsSunnah, hukumnya haram.

Lalu bagaimana kita boleh makan mangga, rambutan, pisang, jeruk, nasi, lontong, bakmi, pecel dan tahu gejrot, sementara tidak ada satu pun hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW pernah memakannya?

Demikian juga dengan makanan hewani, kalau semua harus disebutkan di dalam AlQuran, tentu kita tidak bebas memilih makanan.

Karena itu, ketahuilah bahwa dalam masalah makanan dan kehalalannya, prinsipnya sederhana. Yaitu asal hukum semua makanan itu halal, kecuali yang disebutkan keharamannya.

Gelatin Babi dalam Pandangan Ulama Dunia

Ada satu informasi menarik yang perlu juga kita pahami. Bahwa keharaman gelatin babi ini ternyata tidak sepenuhnya disepakati para ulama. Ada yang menyatakan haram seperti LPPOM MUI, namun nyatanya ada juga para ulama dunia yang menghalalkannya. Jadi hukumnya masih boleh dibilang ikhtilaf di antara para ulama.

Menarik untuk kita kaji fatwa para ulama yang tertuang dalam Rekomendasi Muktamar ke VII Munadzomah AlIslamiyyah dalam bidang ilmu kedokteran di Kuwait. Para ulama itu menyebutkan bahwa bila babi sudah mengalami proses perubahan jati diri (istihalah), maka bisa menjadi halal.

Muktamar yang digelar dari tanggal 2224/ 12/1415 bertepatan dengan 22/24/5/1995 adalah muktamar para ulama kaliber dunia yang duduk bersama membahas halhal yang berkaitan dengan zatzat yang diharamkan dan najis yang terdapat dalam makanan dan obatobatan. Berikut ini cuplikannya yang barangkali bermanfaat buat Anda yang bisa anda rujuk ke kitab AlFiqhul Islami Wa Adillatuhu karya Dr. Wahbah Zuhaili jilid VII halaman 5265.

Dzat-dzat makanan yang mempergunakan lemak babi dalam pengolahannya tanpa ada perubahaan dzatnya (istihalatul 'ain) seperti dalam keju, mentega, minyak, biskuit, cokelat dan es krim adalah haram dan tidak halal memakannya secara mutlak. Hal tersebut didasarkan adanya ijma' (konsensus) para ahli ilmu atas kenajisan lemak babi dan ketidakhalalan memakannya. Dan disebabkan tidak adanya kedaruratan untuk mengkonsumsi bahan makanan tersebut.

Al-istihalah (perubahan wujud/penyulingan) berarti perubahan satu dzat menjadi dzat yang lain yang berbeda sifatsifatnya, merubah dzatdzat yang najis dan yang mengandung najis menjadi dzatdzat yang suci dan merubah dzatdzat yang haram menjadi dzatdzat yang dihalalkan secara syara'. Dengan memperhatikan hal tersebut, maka:

  • Gelatin yang terbuat dari prosaes penyulingan tulang hewan yang najis dan kulitnya adalah suci dan halal dimakan.
  • Sabun yang dihasilkan dari proses penyulingan lemak babi atau bangkai menjadi suci dengan proses istihalah tersebut dan boleh untuk dipergunakan.
  • Krim dan bahanbahan kosmetika yang dalam proses pengolahannya mempergunakan lemak babi tidak boleh dipergunakan kecuali jika proses istihalah telah terbukti dan dzatnya telah berubah. Tetapi jika hal tersebut tidak terbukti maka semuanya masih dianggap najis.

Mungkin anda akan sedikit bingung dengan fatwa para ulama kaliber dunia dalam kehalalan gelatin ini. Bahkan mungkin yang paling bingung adalah Ibu Ir. Muti Arintawati, MSi., auditor LP POM MUI. Sebab dengan amat yakinnya beliau menyatakan bahwa gelatin babi itu haram, tibatiba para ulama dunia yang berkumpul di Kuwait menyatakan kehalalannya.

Namun keterkejutan mereka tidak perlu terlalu lama, sebab memang demikianlah wajah dunia fiqih. Selalu ada perbedaan pandangan, antara yang menghalalkan dan yang mengharamkan. Antara yang terlalu berhatihati dengan yang memudahkan. Semuanya adalah ijtihad, bila benar akan mendapat 2 pahala dan bila salah akan mendapat 1 pahala.

Lalu bagaimana sikap kita? Makan atau tidak?

Kembali kepada keyakinan mana yang kita pegang. Keduanya adalah pilihan yang samasama dilandasi ijtihad para ulama. Samasama boleh dipegang dan samasama punya kajian mendalam.

Namun kalau boleh kami memberi saran, sebaiknya kita meninggalkan halhal yang meragukan kepada halhal yang kita yakini kebenarannya. Akan tetapi kita tetap harus jujur dengan kajian ilmiyah para ulama dengan ragam pendapatnya, apa adanya kita ungkap dan kita sampaikan. Tetapi pilihan kembali kepada masingmasing kita.

Wallahu a'lam bishshawab wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh | Ahmad Sarwat, Lc.


KEMBALI KE HALAMAN FIQIH MAKANAN DAN SEMBELIHAN


ARTIKEL TENTANG HUKUM MASHMALLOW INI BISA DI DOWNLOAD PADA LINK DIBAWAH INI